UU BHP DIBATALKAN!!!!

AKHIRNYA Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) dengan suara bulat oleh seluruh hakim yang menyidangkannya. UU BHP yang oleh sejumlah pemohon dianggap sangat liberalistis tersebut akhirnya dibatalkan MK, karena dianggap tidak sesuai dengan amanat konstitusi yang secara tegas mengisyaratkan bahwa negara/pemerintah wajib menyediakan pendidikan yang terjangkau dan memadai bagi masyarakat.

Pertanyaannya, akankah pemerintah segera mematuhi keputusan MK tersebut? Serta akankah sesuai dengan janji kampanyenya pemerintah akan melaksanakan program (termasuk di bidang pendidikan) yang pro rakyat?

Terjangkau dan berkualitas
Bagi masyarakat akar rumput yang protes kerasnya terwakili oleh kalangan mahasiswa serta kalangan lainnya yang berjuang melalui Yudicial Review ke MK, pembatalan UU BHP tersebut tentu disambut dengan suka cita. Mereka tentu telah membayangkan bahwa sekolah serta kuliah di sekolah negeri serta PTN tentu akan berbiaya murah kembali. Dengan keputusan MK tersebut, harapan kalangan bawah yang semula pupus seakan bersemi kembali.

Demikian pula dengan para pengelola sekolah negeri serta PTN, tak perlu pusing memikirkan bagaimana memperoleh dana yang cukup, karena toh telah merupakan kewajiban pemerintah lah untuk memberikan dana operasional yang memadai. Sehingga mereka tinggal berkonsentrasi untuk mengembangkan kualitas akademik lulusannya, sembari bekerjasama saling menguntungkan dengan para stakeholders.

Dengan dana operasional yang memadai, ditambah dengan upaya kerjasama saling menguntungkan dengan para stakeholders, diharapkan masyarakat tidak lagi dibebani oleh berbagai beaya selangit justru ketika akan menyekolahkan serta menguliahkan anak ke lembaga pendidikan negeri. Khusus bagi PTN, tentu mereka akan mampu mengembalikan ke motto semula, seperti misalnya Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) yang dahulu dengan bangganya menyebut dirinya sebagai Universitas Rakyat karena saking murahnya beaya yang dibebankan kepada mahasiswa, namun lulusannya telah terbukti kualitasnya.

Selain itu, keresahan para pengelola perguruan tinggi swasta (PTS) yang menganggap selama ini PTN terlalu serakah merebut pangsa pasar PTS hanya karena alasan desakan kebutuhan, tidak terdengar lagi. Dengan cara menerima mahasiswa sesuai dengan kemampuan (bukan hingga kedodoran seperti saat ini), maka kualitas lulusannya tentu akan dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian, istilah ketidakadilan persaingan yang sering diibaratkan bak semut melawan gajah antara PTS dengan PTN tidak terdengar lagi. Bahkan bila ini yang terjadi ke depan, maka pola tunggal pengelolaan PT serta program kemitraan yang selama ini sekadar wacana, benar-benar akan terjadi. Dengan demikian pengembangan PTN ke arah Research University serta International University, akan segera terwujud, karena beban berat mencari dana yang dengan terpaksa harus melakukan Mc Donaldisasi PTN dengan menyediakan berbagai program (termasuk program nongelar) yang sebenarnya juga banyak diprotes secara internal, dapat segera dihentikan.

Hikmah bagi PTS
Selain sebagian besar masyarakat menyambut gembira dengan pembatalan UU BHP ini, para pengelola PTS yang selama ini juga ikut getol melakukan Yudicial Review, tentu juga menyambutnya dengan gembira. Melalui pembatalan tersebut, diharapkan PTN hanya akan menerima kelas reguler bahkan menekankan pada program pascasarjana serta Doktoral, sehingga PTS mampu memperoleh kembali haknya yang selama ini terkesan direbut PTN.

Namun, sangatlah tidak adil bila kalangan yang pro UU BHP lalu memvonis bahwa PTS akan seenaknya mencari untung tanpa memperhatikan kualitas lulusannya. Di era Pola Tunggal Pengelolaan PT seperti sekarang ini, hal demikian tidak mungkin bisa terjadi.

Setidaknya model Evaluasi Belajar dan Studi Berdasar Evaluasi Diri (EBSBED) yang langsung dipantau oleh Dikti serta akreditasi oleh BAN PT, tidak memungkinkan lagi PT bermain-main seperti berbagai kasus masa lampau.

Sebagai bukti kongkret, PTN yang dahulu membuka program ekstensi pun kemudian dihentikan, karena tidak mungkin bisa terakreditasi BAN PT, serta sulit melaporkannya dengan model EBSBED. Meski program ekastensi ditutup, namun selanjutnya berganti baju dengan Program Mandiri, Reguler II, dsb, yang diharapkan akan benar-benar dihilangkan setelah keputusan pembatalan UU BHP oleh MK.

Bagi PTS, meski penghapusan UU BHP oleh MK merupakan kabar yang menggembirakan, namun para pengelolanya tidak boleh terlena oleh bayangan akan segera diperolehnya kenikmatan, melalui perolehan mahasiswa baru yang meningkat drastis. Selain kurang pada tempatnya, karena mengelola PTS itu nawaitunya adalah pengabdian, ibadah, serta pelaksanaan amanah yang sangat berat konsekwensinya, terutama di akhirat kelak, masih ada berbagai faktor perlu diperhitungkan.

Faktor mengelola PTS sesuai dengan UU serta ketentuan lain yang berlaku seperti akreditasi BAN BT serta EBSBED, tentu memerlukan pemikiran, perencanaan, serta aplikasi yang prima, sehingga tujuan baik jangka pendek hingga jangka panjang akan tercapai. Demikian pula makin ketatnya persaingan antar-PT, tentu harus merupakan daya pacu untuk mencapai kualitas prima lulusannya, sehingga diperhitungkan para calon penggunanya, serta masyarakat luas. Melalui cara itulah maka branding (citra positif) PTS-nya akan melekat.

Selain itu, kondisi ekonomi masyarakat yang masih sangat sulit, tentu akan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk memasukkan anaknya ke PT. Data empirik yang menunjukkan masih belum signifikannya peningkatan kemampuan orang tua untuk menguliahkan anak-anaknya perlu diperihitungkan.

Demikian pula dengan pengalaman kekeraskepalaan pemerintah yang belum tentu secara serta merta menuruti perintah MK, meski seharusnya pemerintah melakukannya, dengan berbagai alasan pembenar. Pengalaman tentang keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang peniadaan Ujian Nasional (UN), yang terkesan diabaikan pemerintah, yang tahun ini tetap menyelenggarakannya, meski akhirnya berbagai masalah seperti tahun-tahun sebelumnya terus terjadi.

Karena itu, kita tentu berharap untuk keputusan MK terkait pembatalan UU BHP kali ini, pemerintah melaksanakannya. Selain memenuhi keputusan MK, sejatinya bila dilaksanakan hal ini sebenarnya adalah pelaksanaan program pendidikan yang pro rakyat, yang setiap saat hampir selalu diucapkan oleh Presiden.

Bagi pengelola PTS, meski perlu disyukuri, namun tidak boleh hal ini berubah menjadi eforia berburu calon mahasiswa, namun mengabaikan kemampuannya dalam mengelola. Perjuangan, ketekunan, ketelatenan serta upaya maksimal yang selama ini telah mereka lakukan harus tetap terjaga. Dengan demikian, kelak lulusannya akan mampu memberikan sumangsihnya secara maksimal kepada masyarakat, bangsa dan negara, sekaligus mampu mengharumkan nama almamaternya. f

Drs Gunawan Witjaksana MSi
Dosen STIK dan
Jurusan Ilmu Komunikasi USM

0 Response to "UU BHP DIBATALKAN!!!!"

Posting Komentar